Kuliah Umum oleh Mantan Menteri Luar Negeri Spanyol, The Climate Overshoot Commission: Reducing the risk of potentially exceeding 1.5°C warming

Kuliah Umum oleh Mantan Menteri Luar Negeri Spanyol, The Climate Overshoot Commission: Reducing the risk of potentially exceeding 1.5°C warming

JAKARTA (10/02/2023) – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia bekerja sama dengan Bank Indonesia Institute dan KEHATI dalam menggelar kuliah umum bersama H.E. Arancha Gonzalez Laya, Overshoot Commission, former Minister of Foreign Affairs of Spain, Dean of the Paris School of International Affairs at Sciences Po, France dengan tajuk “The Climate Overshoot Commission: Reducing the risk of potentially exceeding 1.5°C warming” pada Jumat (10/2). Acara yang digelar di Auditorium BCA, Magister Manajemen, Kampus FEB UI Salemba ini dimoderatori oleh Prof. Jatna Supriatna, Ph.D., Guru Besar Departemen Biologi FMIPA dan Ketua Institute for Sustainable Earth and Resources UI.

Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Arief Wibisono Lubis, Ph.D. dalam sambutannya menuturkan, “Terima kasih atas kolaborasi antara FEB UI, BI Institute, dan KEHATI dalam penyelenggaraan kuliah tamu ini. Kolaborasi ini memungkinkan kami untuk mengeksplorasi perubahan iklim dan lingkungan, hingga konteks regulasi kebijakan hijau yang kini berlaku di Indonesia.”

“Kuliah umum ini bertujuan membahas langkah mitigasi dalam mengantisipasi kemungkinan pemanasan 1,5°C dan mengurangi risiko pemanasan iklim. Perubahan iklim sangat penting bagi mahasiswa FEB UI karena sejalan dengan misi kami, yakni mencetak pemimpin masa depan yang memiliki rasa tanggung jawab sosial guna menjawab tantangan global,” imbuhnya.

Prof. Arancha menjelaskan, pemanasan global yang terjadi sekitar 1,1°C saat ini telah menimbulkan dampak signifikan. Risiko yang melampaui sasaran 1,5°C akan dirasakan di semua sektor Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, dengan konsekuensi lingkungan dan sosial yang serius.

Di atas 1,5°C, ada kemungkinan peningkatan dampak iklim yang tidak dapat diubah. Dengan pemanasan 2°C, banyak dari sistem manusia dan alam yang akan berada di bawah tekanan ekstrem, serta beberapa ekosistem yang akan berjuang lebih keras untuk bertahan hidup.

“Setiap negara perlu memiliki komitmen untuk melindungi atmosfer dan bumi dari perubahan iklim, serta mengurangi emisi gas rumah kaca secara serius dan cepat. Namun, tentu ada pendekatan tambahan potensial lainnya yang perlu diteliti, dievaluasi, dan dieksplorasi,” ujarnya.

Ia pun mengungkapkan bahwa Climate Overshoot Commission tengah memeriksa tiga pendekatan tambahan. Sama seperti pengurangan emisi, hal ini membawa potensi manfaat, biaya, batasan, dan risiko.

Pertama, peningkatan adaptasi yang mencakup serangkaian tindakan terkini yang muncul untuk menyesuaikan diri dengan dampak perubahan iklim guna membatasi bahaya dan memaksimalkan manfaat bersama.

Kedua, penghilangan karbon dioksida, beragam metode berbasis alam dan teknologi untuk menangkap kelebihan karbon dioksida, khususnya gas rumah kaca, yang sudah ada di atmosfer dan kemudian disimpan di reservoir geologis, terestrial, samudra, atau dalam produk.

Terakhir, metode refleksi sinar matahari, memantulkan sinar matahari menjauh dari planet untuk mengurangi suhu, yakni dengan memasukkan partikel yang sangat kecil ke atmosfer bagian atas. Hal ini dapat mengurangi perubahan iklim, relatif murah dan layak secara teknis, tetapi membawa risiko baru dan mungkin memiliki dampak yang berbeda-beda di berbagai wilayah.

Menurut Prof. Arancha, pendekatan ini dapat saling melengkapi. Namun, tanggapan yang terpadu terhadap perubahan iklim seperti itu akan membutuhkan penilaian sistematis, kebijakan, dan tindakan yang terkoordinasi dengan baik untuk mengurangi risiko terhadap manusia dan ekosistem.

Turut hadir, Prof. Rofikoh Rokhim, Ph.D. (Guru Besar dan Ketua Program Studi Magister Manajemen FEB UI), H.E. Francisco De Asis Aguilera Aranda (Duta Besar Kerajaan Spanyol untuk Indonesia), serta Dr. Khalid Tinasti (Overshoot Commission). (hr)

Sumber : feb.ui.ac.id